Thursday, January 15, 2009

Terbesar se-Asia Tenggara

Waktu sudah menunjukkan pukul 16.00 WIB, hiruk pikuk masyarakat di sekitar gang Jarak sudah mulai terasa menyelimuti senja, gadis-gadis berumur 18 tahunan ke atas bergegas mengenakan pakaian yang mengundang birahi dan make up menornya. Lelaki setengah baya mengenakan pakaian batik sudah menata wisma seraya mengobrol dengan para “makelar” yang lainnya ditemani dengan rokok kretek yang tertancap di sela-sela jari telunjuk dan jari tengah.

Bila ingat Surabaya pasti ingat Dolly……

Mungkin kata-kata itu cukup pas untuk menggambarkan keunikankan kontroversi lokalisasi yang berada didaerah Putat jaya Surabaya ini. Tempat pelacuran ini awalnya didirikan oleh Tante Dolly yang masih keturunan belanda, tujuannya adalah menyiapkan wanita-wanita penghibur untuk menemani para prajurit Belanda pada waktu itu. Seiring berkembangnya waktu Dolly berubah menjadi tempat pelacuran yang konon terbesar se-Asia Tenggara mengalahkan Phat Pong di Bangkok Thailand.

Sampai saat ini Dolly memiliki sekitar 50 an wisma yang bila ditotal omzet setiap bulannya yang didapat bisa mencapai 34 Milyar Rupiah. Tidak heran memang karena selain menjadi daya tarik wisata tersendiri bagi para turis yang ingin “icip-icip” Dolly juga menjadi salah satu “Pusat jajan dan olah raga” pada malam hari bagi sebagian penduduk kota pahlawan ini.

Kehadiran sebuah tempat prostitusi memang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan kota apalagi Surabaya merupakan kota metropolitan ke-2 setelah Jakarta. Dulunya kawasan Dolly bisa dibilang jauh dari pusat kota yang terkenal dengan makanan lontong balap ini karena memang sebuah tempat prostitusi didesain di daerah pinggiran kota yang jauh dari keramaian namun uniknya tempat prostitusi yang satu ini tidak berada dekat dengan tempat persinggahan seperti stasiun, terminal, pelabuhan apalagi bandara udara karena memang biasanya tempat pelacuran berdekatan dan muncul dari tempat-tempat tersebut seperti Wonokromo, Perak dan (Pelabuhan kalmias pada dahulu kala).

Dolly awalnya merupakan kompleks pemakaman cina yang dibongkar untuk dijadikan hunian pada tahun 1960-an, Ny. Dolly yang menjadi pelopor tempat pelacuran tersebut mendirikan rumah Bordil pertama di daerah Kupang Timur.

Sekarang tempat prostitusi ini sudah menjadi seperti kompleks pelacuran yang menjadi rahasia umum, besar dan wismanya tersebar dimana-mana (masih di kawasan Dolly tentunya), menjadi sumber pemasukan terbesar bagi PEMKOT Surabaya dan sarana penarik wisatawan serta “mainan” bagi para penggila “jajan”.

Lalu bagaimana masyarakat harus bersikap?


Acuh……Peduli dan prihatin atau biarkan saja tempat tersebut hadir sebagai kontrasisasi kehidupan masyarakat????



Sunday, November 23, 2008

Asal Mula Musik Keroncong


Genre musik yang satu ini memang cukup unik, selain karena iramanya yang cukup berbeda juga karena sejarah perkembangannya di Indonesia. Berawal dari jatuhnya Malaka dari tangan Portugis ke tangan Belanda para tentara Portugis ditawan dan di bawa Belanda ke Batavia, sesampainya disana mereka bermukim di daerah yang bernama Kampung Tugu, orang-orang tersebut mempunyai kebiasaan bermain musik untuk mengisi waktu luangnya.

Musik keroncong erat sekali kaitannya dengan musik portugis yang dikenal sebagai Fado, dahulu kala orang-orang pribumi hanya bisa memainkan alat musik tanpa mengetahui jenis Chordnya seperti memainkan Gitar, Ranjao (seperti gitar kecil berdawai lima) yang diperkenalkan oleh orang-orang portugis, seiring berjalannya waktu musik terus berkembang dan pada abad ke-19 dari nama aslinya Moresco berubah menjadi Keroncong.

Dari tahun ke tahun musik Keroncong terus berkembang Keroncong mulai mengadopsi unsur musik barat para pemain keroncong mulai menggunakan Cello, String Bass, Gitar Melody dan Biola serta mulai bersentuhan dengan musik Jazz offbeat, Dace serta Hawaiian.

Biasanya musik Keroncong itu bersifat romantis dan mendayu-dayu, hal ini disebabkan karena pengaruh orang-orang Indo-Belanda dan memang pada masa itu lagu keroncong biasa digunakan untuk merayu para noni-noni belanda, para pemain keroncong biasanya memainkan musik mereka sambil berkeliling di gang-gang kecil di daerah Kampung Tugu pada malam hari, Syair dari lagu-lagu yang dimainkan pun sifatnya juga romantis dan melankolis.

Pada tahun 1920 lahirlah banyak grup-grup keroncong di Jakarta, Surabaya, Bandung dan rata-rata para pendirinya adalah orang-orang Belanda, dengan adanya unsur-unsur pemusik barat maka timbullah “Cap Barat” pada musik Keroncong apalagi para penikmat musik Keroncong mayoritas adalah kaum Elite yang biasa menikmati musik sambil berdansa, minum minuman keras.

Kedatangan bangsa Jepang ke Indonesia merubah semua kebiasaan dan hal-hal yang bersifat kebarat baratan, orang-orang Jepang lebih menekankan musik Keroncong dengan syair atau lirik yang berisikan kecintaan terhadap tanah air dan melarang bangsa Indonesia untuk membawakan lagu-lagu dengan tema cinta yang mendayu-dayu karena terkesan lemah.

Dari situlah lahir lagu-lagu dengan tema cinta tanah air dan kepahlawanan seperti, Selandang sutra, Jembatan merah, Bengawan solo, Melati di tapal batas.

Dan sampai saat ini musik Keroncong masih terus berkembang, dengan tetap menggunakan pakem Kroncong para musisi-musisi mencoba bereksperimen memadukan Keroncong dengan berbagai macam genre musik seperti Blues, Jazz dan bahkan jauh sebelum memasuki abad ke-21 musik Keroncong sudah dipadukan dengan musik Gamelan dan melahirkan Langgam. Satu hal yang seharusnya membuat bangsa Indonesia bangga, Keroncong menjadi khas karena cengkok suara dalam menyanyikannya serta para musisi keroncong seperti Gesang dan Waljinah mendapat pengakuan dan sangat dihargai di mata Internasional, membuat musik Keroncong menjadi musik yang mahal. (Theo)

Thursday, November 20, 2008

Jazz dan Salah Persepsi

Wah itu sih musik mahal…Celetuk seorang pria paruh baya ketika saya sedang berada di parkiran motor sebuah mall di Surabaya.

Mungkin hanya sedikit atau bahkan minim sekali orang yang yang tahu tentang pemahaman dan penilaian musik yang awalnya dimainkan oleh orang-orang kulit hitam ini. Di Indonesia khususnya Surabaya orang selalu menganggap Jazz adalah “milik orang-orang kaya”, maksudnya penikmat Jazz hanya berasal dari kalangan menengah ke atas, padahal pada era sekarang ini komunitas Jazz justru sedang gencar-gencarnya memperkenalkan genre yang berasal dari sinegal ini kepada publik dengan tujuan, musik Jazz dapat dinikmati oleh berbagai lapisan masyarakat mulai dari kalangan bawah sampai kalangan menengah ke atas.

Bila berbicara masalah mahal itu relatif dan dapat dilihat dari beberapa sudut pandang seperti, Produksi. Produksi sebuah lagu mulai dari proses pembuatan, perekaman sampai pendistribusian tidaklah murah karena selainn melibatkan banyak pemain alat musik sampai penyanyi. Hal ini akan menghabiskan biaya yang sangat besar dan ketika memasuki tahap pendistribusian album sudah tentu bandrol harga album yang akan diedarkan akan menyesuaikan dengan biaya produksi album.

Bisa jadi juga karena dahulu kala hanya orang-orang kaya yang memiliki alat untuk memutar lagu sehingga lagu-lagu Jazz hanya dapat dinikmati oleh orang-orang berduit karena mereka punya uang untuk membeli piringan hitam atau kaset beserta alat pemutarnya.

Namun di masa sekarang ini untuk memiliki sebuah perangkat audio untuk memutar lagu bukanlah hal yang susah dan sudah tentu mayoritas orang dapat menikmati semua jenis musik dengan bebas, hanya mungkin saja telinga kebanyakan orang masih belum terbiasa dengan musik Jazz, jadi Jazz bukanlah “Musik Mahal” kan semua genre musik pun bisa menjadi sebuah musik yang mahal (bernilai) tergantung dari masing-masing orang yang mempersepsi.

Thursday, November 13, 2008

Sound Distorsi yang Tebal dan Gahar

Contraband adalah album dari Valvet Revolver. Band yang diprakarsai oleh Slash yang juga mantan pentolan Gun N Roses ini menyuguhkan nuansa Hard Rock yang kental dalam debut album mereka. Sound distorsi yang tebal dan gahar menjadi sajian utama dalam setiap track lagunya, seperti dalam single “Slither atau Set Me Free”.

Karakter musik Rock era 80-an sangat mendominasi band yang juga dimotori oleh Scott Weiland (mantan vokalis Stone Temple Pilots) dimana suara vokal yang melengking dan nge-rock banget namun tetap manis untuk didengar seperti dalam lagu “Fall To Pieces”.

Walaupun masih ada bayang-bayang musik Gun N Roses secara keseluruhan nggak ada ruginya mendengarkan album ini terutama bagi para pecinta musik Hard Rock karena munculnya sosok vokalis baru membuat lagu-lagu dalam album ini terasa lebih Fresh.

Monday, November 10, 2008

Didominasi unsur “Bossa dan Rock Steady”


Let’s Skakin. Adalah kata yang tepat untuk diucapkan ketika kita mendengarkan album “Kembali Berdansa” milik Shaggy Dog. Band asal Yogyakarta ini berhasil menggabungkan beberapa genre musik ke dalam musik “SKA” yang akan membuat kita bergoyang.

Salah satunya adalah single “Kembali Berdansa”, yang didominasi unsur “Bossa” dan “Rock Steady”. Kita juga dapat menikmati groove dari musik “Reggae” pada lagu “DATE” yang kental dengan “Jamaican ambience”.

Beberapa single baru yang sangat berbeda aransmen dengan single-single Shaggy Dog di album-album sebelumnya juga dapat kita nikmati seperti ; Berteman angin, Bungaku, Pesta dan Special buat kamu.

Di dalam album yang berisi 10 track ini juga terdapat satu single yang tidak meninggalkan nuansa musik Indonesia yaitu “Keroncong” dengan petikan uku lele yang manis dan beat drum yang khas dalam lagu “Jalan-jalan”.

Sunday, November 9, 2008

Eric Clapton “Live at The Royal Albert Hall”

Eric Clapton adalah satu dari gitaris terbaik di dunia. Salah satu albumnya adalah 24 Nights. Album yang direkam secara live at The Royal Albert Hall, London ini menampilkan atmosfir Blues yang sangat kental dengan nuansa Crunch and Clean khas Fender Stratocaster.

Album yang juga diiringi beberapa band seperti First a Four piece dan a Mighty orchestra ini berisikan 15 track lagu yang terbagi menjadi 2 disc antara lain ; Sunshine of your love, Watch yourself, Worried life blues dan Bell bottom blues. Gitaris yang mengawali karir bermusiknya bersama band Cream ini telah berhasil membuktikan eksistensi dan kematangannya dalam bermusik melalui salah satu lagu dalam album ini yang berjudul Bad love dimana materi lagu yang diaransmen ulang menjadi lebih modern dan kaya akan sound and modulation guitar effect.

Kesempurnaan dari keseluruhan materi dalam album yang diproduseri oleh Russ Titelman ini dapat kita rasakan pada lagu Wonderful Tonight yang diaransmen ulang dengan beat yang lebih pelan dan lebih panjang dari versi aslinya, membuat lagu menjadi lebih romantis dan soul dari lagu yang sempat menjadi Hits terpopuler didunia ini menjadi lebih terasa, seolah-olah kita memang sedang berada dalam sebuah konser.

Friday, November 7, 2008

Nuansa musik Blues era-80’an

Album “TRY! John Mayer Trio Live In Concert” adalah karya musisi muda asal Amerika ini yang paling kental nuansa Blues-nya. Album yang direkam dengan format LIVE Concert ini sangat menonjolkan sound gitar stratocaster yang “Vintage” dipadu dengan nuansa Jamming yang kental.

Karena hanya diisi oleh Steve Jordan pada drum dan dan Pino Paladino pada bass maka drive yang dihasilkan oleh gitar cenderung lebih “nge-punch” dibandingkan suara instrumen yang lainnya, seperti dalam lagu OUT OF MIND dan TRY dimana sound yang cenderung “warm” dapat membawa kita pada nuansa musik Blues era- 80’an.

Meskipun hanya beranggotakan tiga orang termasuk John Mayer namun groove dari masing-masing lagu tetap terasa seperti dalam lagu VULTURES dan SOMETHING MISSING yang akan membuat kita bergoyang dan merasakan seolah-olah kita sedang berada dalam konser tersebut.